Berita Otomotif dan Dunia Balap – Harga dan kualitas (BBM) sering menjadi topik perbandingan antara Indonesia dan Malaysia. Meskipun kedua negara sama-sama produsen minyak mentah, perbedaan harga dan kualitas produk BBM cukup mencolok. Artikel ini mengulas faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan tersebut berdasarkan penjelasan pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto Zaenuri.
Status Negara Produsen Minyak: Net Eksportir vs Net Importir
Salah satu perbedaan mendasar antara Indonesia dan Malaysia terletak pada status keduanya sebagai produsen minyak. Malaysia berstatus sebagai negara net eksportir minyak, artinya produksi minyak mentahnya lebih banyak daripada kebutuhan dalam negeri. Hal ini memungkinkan Malaysia untuk memiliki kontrol lebih baik atas pasokan dan harga BBM di dalam negeri.
Sebaliknya, Indonesia sudah lama menjadi net importir minyak, yang berarti kebutuhan dalam negeri melebihi produksi minyak mentah nasional. Kondisi ini membuat Indonesia harus bergantung pada impor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang pada gilirannya memengaruhi struktur harga dan kebijakan BBM di Tanah Air.
Faktor Geografis dan Biaya Distribusi
Perbedaan geografis juga menjadi faktor penting dalam menentukan harga BBM. Malaysia hanya terdiri dari dua daratan besar, Semenanjung Malaysia dan Sabah-Sarawak di pulau Kalimantan. Sedangkan Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, terdiri dari ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Kondisi geografis Indonesia ini menyebabkan biaya distribusi BBM menjadi jauh lebih tinggi. Untuk menjamin pasokan BBM yang merata ke seluruh wilayah, Indonesia perlu membangun dan mengoperasikan banyak terminal serta depo BBM di berbagai daerah. Infrastruktur logistik yang kompleks ini berkontribusi menambah ongkos distribusi dan akhirnya berdampak pada harga jual BBM yang lebih tinggi.
Infrastruktur Kilang Minyak: Modern vs Kuno
Dari sisi infrastruktur pengolahan minyak, Malaysia memiliki kilang minyak yang lebih modern dan efisien di bandingkan Indonesia. Kilang modern mampu menghasilkan BBM dengan kualitas yang lebih konsisten dan proses produksi yang lebih efisien, sehingga harga produksi bisa di tekan.
Sementara itu, Indonesia masih mengandalkan kilang-kilang tua dengan kapasitas terbatas. Banyak kilang di Indonesia yang sudah beroperasi sejak puluhan tahun lalu dan memerlukan modernisasi agar dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas produk. Tri Yuswidjajanto menegaskan bahwa modernisasi kilang menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia untuk bisa bersaing dalam hal kualitas BBM.
Perbedaan Jumlah Penduduk dan Kebutuhan BBM
Jumlah penduduk juga menjadi faktor signifikan dalam perbedaan harga dan kualitas BBM. Malaysia memiliki sekitar 32 juta jiwa penduduk, jauh lebih sedikit di banding Indonesia yang mencapai lebih dari 230 juta jiwa. Kebutuhan BBM di Indonesia tentu jauh lebih besar dan beragam.
Selain itu, Indonesia belum memberlakukan pembatasan usia kendaraan secara ketat. Akibatnya, produk BBM yang harus disediakan mencakup berbagai jenis dengan kualitas yang beragam, mulai dari Research Octane Number (RON) rendah hingga tinggi. Hal ini menambah kompleksitas produksi dan distribusi BBM di Indonesia, sekaligus berdampak pada harga akhir yang harus dibayar konsumen.
Beban Pajak dan Kebijakan Fiskal
Dari sisi fiskal, beban pajak dan pungutan yang dikenakan pada BBM di Indonesia cenderung lebih besar dibanding Malaysia. Pajak yang tinggi ini menjadi salah satu faktor yang membuat harga BBM di Indonesia relatif lebih mahal. Kebijakan fiskal yang kompleks terkadang menjadi tantangan dalam menstabilkan harga BBM.
Kesimpulan
Perbedaan harga dan kualitas BBM antara Indonesia dan Malaysia bukan hanya soal harga minyak mentah dunia atau kebijakan pemerintah semata, tetapi juga dipengaruhi oleh status negara sebagai eksportir atau importir, kondisi geografis, infrastruktur kilang, jumlah penduduk, serta kebijakan fiskal. Untuk memperbaiki kualitas dan menurunkan harga BBM, Indonesia perlu melakukan modernisasi kilang, memperbaiki sistem distribusi, dan meninjau kebijakan fiskal terkait BBM.






